05 Desember 2021 | Dilihat: 485 Kali
Soal Proyek Lahan Huntap Tondo Talise II, Senilai RP 40 M :  TIGA TAHUN TAK KUNJUNG RAMPUNG, BPPW SULTENG KENA SOROT
noeh21

Infoaktual.id PALU | Disadur dari Radar Sulteng tanpa bergeser dari makna naskah aslinya, bahwa tiga tahun lebih sudah pasca Gempa Tsunami dan Likuifaksi Palu, Sulteng. Namun, pemenuhan hak penyintas (pengungsi) tak kunjung rampung, BPPW Sulteng pun kena Sorot relawan pengungsi.  

Pemenuhan dimaksud adalah proyek pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi ribuan korban di shelter (hunian) sementara (Huntara) dan tenda-tenda darurat.

Berbagai sumber pendanaan telah digelontorkan untuk percepatan pemulihan. Terhadap itulah, pihak Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulteng kena sorot, menyusul sebagai pihak berwenang menangani hak-hak penyintas, BPPW dinilai berleha-leha, bila tidak disebut tidak bertanggung jawab.

Menurut relawan bencana Pasigala (Palu, Sidi dan Donggala), Moh.Raslin bersama timnya Afdal dan Nurcahyohadi yang senantiasa memantau langsung kondisi Huntara dan Huntap serta tenda-tenda darurat, mendapati begitu banyak ketimpangan di lapangan.

Ketimpangan itu antara lain penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab Rekon) permukiman pengungsi. Melihat kenyataan itu, dia mencap Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR), dalam hal ini BPPW gagal melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2018 tentang percepatan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana itu.

Kegagalan itu antaralain Proyek penyiapan lahan Huntap II di Kelurahan Tondo dan Talise, dengan pagu anggaran Rp 40 miliar yang ditargetkan selesai tiga bulan, sesuai surat perintah mulai kerja (SPMK) Nomor : 26/SPMK/BPPW/PPK-PKP-ST/IV/2019 tertanggal 15 April 2019.

Surat tersebut diteken  pejabat pembuat komitmen (PPK), Azmi Hayat, ST. Namun, sampai  masuki akhir tahun 2021 ini belum juga ada kejelasan penyiapan lahan tersebut akan rampung dan segera dibangunkan hunian tetap, “ ungkap Raslin, minggu (5/12/2021).

Bahkan, proyek yang menelan anggaran fantastis tersebut tambah Raslin, sudah tiga kali diaddendum. Addendum pertama Nomor : 38/ADD-SPMK/BPPW/PPK-PKP.ST/VI/2019 tanggal 10 Juni 2019, ke II Nomor : 48/ADD-SPMK/BPPW/PPK-PKP.ST/IX/2019 Tanggal 10 September 2019, dan Addendum III Nomor: 58/ADD-SPMK/BPPW/PPK-PKP.ST/XII/2019 tanggal 31 Desember 2019.

Dikatakan, entah siapa yang harus bertanggungjawab masalah lahan ini, dimana sampai saat ini belum ada tanda-tanda penyelesaian. Dalam penelusuran terbaru kata Raslin, kita menemukan sejumlah dugaan penyimpangan dan ketimpangan. Sementara semua pihak terkait yang ditemu terkesan saling lempar tanggungjawab.

Dalam melakukan penelusuran, relawan Pasiga didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Garda Keadilan Nusantara (GKN) Sulteng, pimpinan Aceng Lahay – setelahnya melakukan rapat. Salah satu poin penting hasil rapat mereka adalah melakukan aksi damai yang akan dipimpin langsung Bung Aceng, sapaan akrab Aceng Lahay.

Diaawal desember ini sambung Raslin, dilakukan konsolidasi dengan penyintas di Kelurahan Layana, Tondo, Talise dan Lere, dan insya allah turun kejalan dalam waktu dekat, setelah semua data terkait sejumlah indikasi, antara lain pemalsuan dokumen peta lokasi lahan di Kelurahan Tondo Talise serta data pendukung lainnya, setelah itu dipilih momen untuk dibawa ke Jakarta.

Sementara itu, direktur Wilayah LBH-GKN Sulteng, Aceng telah pula mengantongi beberapa bukti untuk memburu nama-nama yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Menurut Aceng, selaku perpanjangan tangan PUPR, BPPW dinilai tidak maksimal dalam menjalankan fungsinya. Hampir semua pekerjaan rehab rekon yang melibatkan instansi itu, gagal. Seperti misalnya pembangunan 19 Madrasah Alkhairaat di Kota Palu dan Kabuparen Sigi, tidak beres-beres.

Bahkan ujar dia, sudah molor 11 bulan. Belum lagi soal penyediaan lahan huntap Tondo Talise, dinilai paling bobrok. Sudah masuk tahun ke tiga, tidak ada selesai permasalahannya.“Seharusnya, para oknum di BPPW itu malu kepada penyintas, karena negara telah menggaji besar tapi kerjanya nol besar, “ ujarnya.

Masih terkait anggaran Rp 40 miliar tersebut, tim relawan Raslin menemui PPK, Azmi Hayat di kantor BPPW (30/11/2021). Azmi menjelaskan, dana Rp 40 miliar itu telah dicairkan sekitat Rp 18,6 miliar dan sudah dibayarkan ke tiga kontraktor pelaksana penyediaan lahan, yakni PT. Velovei Bangun Pratama, PT. Rizal Nugraha, dan PT. Sapta Unggul.

“Yang menjadi pertanyaan, sisa anggaran sekitar Rp 21 miliar lagi di kemanakan,“ tanya Raslin. Dijelaskan Asmi, sisa dana itu untuk pekerjaan lanjutan, karena masih ada dua item kegiatan yang sama di lokasi tersebut.

“Jika ingin mengetahui kejelasan terkait permasalahan pengadaan lahan tersebut, silakan menghubungi Kepala Bidang (Kabid) BPN Kota Palu, David, “ kata PPK Azmi.

Ditemui tim dikantornya, David tidak sedang ditempat, karena berada di Bali bersama Kementerian Agraria. Lantas, dicoba mengonfirmasi melalui nomor ponselnya, Kabid 4 BPN Kota Palu itu mengatakan telah menyerahkan segala urusan tersebut ke Pemkot Palu.

Lain halnya Pardi, salah seorang pengawas lapangan dari PT. Velovei Bangun Pratama. Dia mengaku bahwa ia bersama rekannya Erwin, warga yang menjadi korban penggusuran pondasi telah dirugikan puluhan juta rupiah oleh PT SU, atas perintah pihak BPPW Sulteng. Tidak cuma itu, pihak BPPW juga bersikap sangat arogan, lantaran menurunkan puluhan porsonel TNI Polri dan Jaksa di lokasi.

Oleh karena itu, demi hak hidup layak korban Gempa,Tsunami dan Likuifaksi 2018 itu,  relawan Pasigala dari Forum Pemuda Kaili Bangkit (FPK-B) Sulteng itu, nyatakan terus melakukan pengawalan, sampai  kasus lahan itu benar-benar dituntaskan oleh stakeholder yang telah diberi kewenangan.

“Hal ini kami bersam LBH-GKN Aceng lakukan karena menilai hal tersebut telah melanggar Hak Asasi Manusia, sekaligus  mengeksploitasi hak-hak penyintas,“ pungkas Raslin .(mch/tia)
 

Alamat Redaksi/ Tata Usaha

Jalan Anoa No 27 Palu  0822-960-501-77
E-Mail : Infoaktual17@yahoo.com
Rek : mandiri 1510005409963